Bismillah…
Selasa lalu (17/5) temanku yang baik, Hendrata, datang jauh-jauh ke rumah kontrakanku di Krapyak. Terharu juga aku dengan kawanku yang satu ini. Dia punya ghirah yang tinggi. Ditempuhnya belasan kilometer hanya untuk bicara singkat denganku,” Datang ya di pernikahannya Yusron. Ini undangannya…mirip iklan film.” (Ya Alloh, mudahkanlah perjalanan hidup kawanku ini). Setelah ngobrol beberapa alinea tentang komputer, blog dan karier kawan-kawan yang dulu aktif di SSQ DLA, ia pamit.
Singkat cerita, kukebut kencang roda dua menuju undangan yang terus kupegang. Bukankah memenuhi undangan itu kewajiban seorang muslim, Kawan? Kali ini aku berangkat sendiri, team Luthfi family memenuhi tugasnya masing-masing. Ya, karena bukan hari libur maka si sulung Habib masih menuntut ilmu di TK ABA, uminya harus menjemput satu jam kemudian setelah keberangkatanku, sedangkan si bungsu Humam….no comment, ia sangat lengkeeet dengan pabrik laktosa uminya.
Jalanan agak terik siang tadi (19/5), kulirik hapeku yang sedari tadi mendendangkan lagu Jogja…jogja..tetap istimewa…, jam 10.30. Menurut ancer-ancer Hendarta, lokasi resepsinya di Jalan Wonosari….cuma dia nggak bilang kejelasan kilometer berapanya. Di undangan sih kilometer 22, pikirku sih yaa sekitar jalan raya piyungan itu lah. Ternyata….. !!Ternyata masih harus naiiiikkk ke pegunungan south mountain, karena piyungan mentok di kilometer 15 an, Masya Alloh. Naiknya nggak tanggung-tanggung 7 kilometer boz! Mana harus racing dengan truk-truk material…amazing experience bener deh. Niat tulus untuk menghadiri resepsi berubah menjadi petualangan tak terperi (ah lebay..).
Kalo luthfi yang anak SMA 8 dulu sih gak masalah, mau pelosok2 Gunungkidul tujuannya sikat aja bleeh…hihi jadi inget waktu jadi Delayotaners, sering baksos ke sana. Tapi kini, aku tak sesenggol bacok dulu lagi, kulit dan tulangku mulai rentan (cieee…). Naek bukit begini tanpa AC dan jok hitam kesayanganku, bikin kerontang. Apalagi nggak ada GPS cantik yang biasanya memijitku kalo lagi pegal dan mengingatkanku kalo kesasar.
Meski sedikit dehidrasi, akhirnya sampai juga pada denah yang ditunjukkan undangan. POM bensin, kiri jalan ada pos gardu. Masuk.
Ternyata acara resepsi sudah selesai. Mukaku semerah baju batik ku. “Saya teman mas Yusron” Alhamdulillah, masih disambut baik. Bahkan Yusron and his bride langsung datang menemuiku. Duduklah kami di meja tamu depan. Rada segan-segan gimana gitu, aku membuka obrolan (beneran, meskipun dia temenku …rasanya getar2 manten anyar tu bikin aku grogi).
“Maaf ya, aku terlambat…habis kesasar sih. Bingung jalan.” Ngobrol ngalor ngidul, akhirnya sampai pada pertanyaanku tentang visi ke depan mereka. “Rencananya apa nih setelah menikah, mau segera punya momongan nggak?” tanyaku.
“Kelihatannya harus menahan sedikit, aku mau S2 dulu Luth. Di ISI ambil jurusan filmografi.”
“Pingin jadi dosen ya?”
“Ya, itu impianku.” Jawab Yusron mantabs.
“Tapi apa hubungannya dengan menunda punya momongan? Apa yang diragukan?”
“….”
“Kamu tu kan udah punya usaha, tiga lagi: Bakpia 5555, bengkel film dan Rental komputer, enterpreuner kan?”
“Enterpreneur tu kata lain untuk orang nganggur, gak punya kerjaan…” jawab Yusron gamang. Kalimat ini sebenarnya juga menjitak batok kepalaku…dibilang nganggur o’ piye.
“Jangan salah, temen2ku yangjadi pengusaha besar itu malah keliatan nganggur, dan sukanya kadang aneh-aneh untuk ngisi waktu sambil ngehabisin duit yang dataaang terus nggak ilang-ilang.”
Kuberi contoh ia teman sebangkuku di SD dulu yang kini jadi pengusaha Laundry yang memiliki franchisee di penjuru Indonesia. Penampilannya low profile, santai, bahkan kadang nongkrong di gang samping tempat usahanya sambil isep rokok. Sepintas orang liat dia pemuda jamak. Tapi jika kenal….wow.
“Intinya, bukan alasan menunda momongan hanya karena takut nggak bisa menafkahi . Ta critani Bro, dulu aku juga punya momongan pas kuliah. Semester 5 lagi, S1 lagi. Sering sih, anakku kubawa ke kampus,kubawa masuk di praktikum komputer, atau kadangkutidurkan di kantor BEM MIPA. Temen2 gak komplain dengan hal itu. Dan nyatanya bisa, anakku juga nggak gizi buruk tuh. Nggak juga busung lapar tuh? Alhamdulillah sehat dan cerdas.”
“Wah kamu mulai memengaruhiku Luth, kamu memang pinter ngomong…tobat tenan nenk ngomong sama kamu tuh (kalimat terakhir ku lebay-lebay kan hehe…biar dramatis.)
Cerita yang Bikin Angkat Topi
Sambil menikmati sepiring sambal goreng plus bistik sapi, aku tanya lagi tentang pengalamannya kerja di kapal pesiar dulu. Maksudnya sih pingin belajar tentang lembaga pendidikan dan Ketrampilan (LPK) yang dulu melatihnya untuk bisa kerja di pesiar. Sapa tahu bisa bikin seperti itu kelak, kan aku punya LPK komputer dan karie juga. ADEKOM Klaten..hehe iklan.
TernyataYusron berkisah lebih dari yang aku harapkan.
“Aku masuk di pelatihan kapal pesiar bayar 5 juta. Tapi total ongkos yang kukeluarkan sampai lah kalo 25 juta. Hasil jual tanah bapakku. Di kapal aku pergi selama 9 bulan full, menjadi house keeper, tukang masak di dapur dan….bisa bertualang keliling dunia, dari California, Miami, Hawaii, Mexico sampai beberapa tempat di Amerika Selatan” (Temenku yang maniak Star Wars ini pernah upload foto2 di FB wktu dia di Pearl Harbour, Isla Nubar tenpat syuting Jurassic Park dan nonton film di Cinema 21 di California)
“Wah asyik ya…” aku melongo (jelek banget pasti mukaku pas ini)
“Iya sih, separuh impian hidupku terpenuhi sudah….mbelinge wis katok (bengalnya sudah terpuaskan). Tapi….”
“Tapi apa?” alisku berkernyit.
“Banyak di antara teman-temanku terjebak kehidupan bebas dan glamor. bahkan ada, orang Jawa, Islam juga yang melakukan seks bebas dan berkawan alkohol. Di sana semua itu terpuaskan, jauh dari anak istri lagi.Kasihan”
“Kalo kamu?”
“Alhamdulillah, aku bisa berbangga…benar-benar berbangga…karena masih bisa menjaga iman dan Islamku dengan tidak terlibat dengan hal itu. Kalau di meja makan, teman2ku mengedarkan minuman beralkohol yang muahal harganya, aku tak mau menyentuhnya. Bahkan hanya untuk membantu mengedarkan gelasnya ke teman yang lain pun aku enggan. Kawan2 ku di sana sudah hapal dengan hal itu…mereka paham dengan prinsipku. Karen abegitu aku menyentuh gelas itu untuk membantu mengedarkan, aku terlibat!” Aku merinding mendengar kata-katanya.
“Subhanallah…”
“Ya, Luth, aku cerita begini dengan bangga di depan Bapakku dulu. Sambil nangis…nangis bahagia…. Pak, aku bisa bertahan menjaga iman.”
Indahnya kisah hidupmu kawan, tulisan ini kudedikasikan untuk kisahmu yang membuka mata hatiku. Betapa imanku belum teruji benar, baru sebatas di mulut saja, karen aaku belum merasakan tantangan sehebat tantanganhidupmu. Hya, setitis ilmu dari Pernikahan di atas bukit Patuk, Gunung Kidul.
Barakallahu lakuma wa baraka alaikuma wa jama’a bainakuma fii khair